Selasa, 30 November 2010

Materi Rock Climbing


ROCK CLIMBING
Pendahuluan
Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat pada tahun-tahun terakhir ini di
Indonesia. Kegiatan ini tidak dapat dipungkiri lagi sudah sudah merupakan kegiatan
yang begitu diminati oleh kaula muda maupun yang merasa muda ataupun juga yang
selalu muda.Pada dasarnya, rock climbing adalah teknik pemanjatan tebing batu yang
memanfaatkan cacat batu tebing (celah atau benjolan) yang dapat dijadikan pijakan
atau pegangan untuk menambah ketinggian dan merupakan salah satu cara untuk
mencapai puncak. Ciri khas rock climbing adalah prosedur dan perlengkapan yang
digunakan dalam kegiatan, juga prinsip dan etika pemanjatan.
Rock Climbing bukan hanya menjadi komoditi industri olah raga dan petualngan saja.
Tetapi aplikasinya juga telah menjadi komoditas industri-industrilainnya seperti
wisata petualangan,outbound training,entertaiment,iklan dan film,serta industri-
industri lainnya yang membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu perlu ilmu rock
climbing yang sangat mendasar sebagai acuan yang kuat diri dan dunia rock climbing
itu sendiri.
Sejarah Rock Climbing
Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan eksplorasi alam para pendaki gunung
dimana ketika akhirnya menghadapi medan yang tidak lazim dan memiliki tingkat
kesulitan tinggi,yang tidak mungkin lagi didaki secara biasa (medan vertical dan
tebing terjal).Maka dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati medan


yang tidak lazim tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).Seiring
dengan perkembangan zaman rock climbing menjadi salah satu kegiatan petualangan
dan olah raga tersendiri.Terdapat informasi tentang sekelompok orang Perancis di
bawah pimpinan Anthoine de Ville yang mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097
mdpl) di kawasan Vercors Massif pada tahun 1492. Tidak jelas benar tujuan mereka,
tetapi yang jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebing-
tebing batu di pegunungan Alpen diketahui adalah para pemburu Chamois (sejenis
kambing gunung). Jadi pemanjatan mereka kurang lebih dikarenakan oleh faktor mata
pencaharian.
Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia pendakian di Alpen diletakan
oleh Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn (3708 mdpl). Inilah
cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga. Kemudian pada tahun-tahun
berikutnya barulah terdengar manusia-manusia yang melakukan pemanjatan tebing-
tebing di seluruh belahan bumi.
Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalinya panjat dinding masuk dalam jadwal
olimpiade, yaitu didemonstrasikan dalam olimpiade Munich.
Baru pada tahun 1979 olah raga panjat tebing mulai merambah di Indonesia.
Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing Citatah, Padalarang. Inilah
patok pertama panjat tebing modern di Indonesia.
Teknik Dasar Pemanjatan / Rock Climbing
1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga
yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula
biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya pada
pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan
yang salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan berat badan
dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan
untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan ke
tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini
memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit
(tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.
2. Friction / Slab Climbing
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini
dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan
cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan
membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik
dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.
3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-
olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan,
dikenal teknik-teknik berikut.

Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar.
Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah
sehingga seolah-olah menyerupai pasak.

Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan
masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki
menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua
tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan
dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.

Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies).
Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah
tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang
juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.

Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan
kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung
miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang
berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian

bergerak naik ke atas silih berganti.
Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat
Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah
diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan
yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar. Pada free
climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam
pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut
ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini
seorang pendaki diamankan oleh belayer.
Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan
segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak
memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang
pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada
rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala
gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan
free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko
yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang
mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.
Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor,
stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering
sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau
peluang gerak yang memadai.
Sistem Pendakian
1. Himalaya Sytle
Sistem pendakian yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai
sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Sistem ini berkembang pada pendakian-
pendakian ke Pegunungan Himalaya. Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas
beberapa kelompok dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Sehingga
dengan berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah
berhasil untuk seluruh team.
2. Alpine Style
Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini mempunyai tujuan
bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap berhasil.
Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak perlu lagi
kembali ke base camp (bila kemalaman bias membuat fly camp baru, dan esoknya
dilanjutkan kembali).
Teknik Turun / Rappeling
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang
sepeuhnya bergantung dari peralatan. Prinsip rappelling adalah sebagai berikut :
1.
Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat bergantung.
2.
Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai
pendorong gerak turun.
3.
Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk
mengatur kecepatan.
Macam-macam dan Variasi Teknik Rappeling
1. Body Rappel
Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan. Pada
teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan yang
terkena gesekan akan terasa panas.
2. Brakebar Rappe
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, tali, dan brakebar. Modifikasi lain dari
brakebar adalah descender (figure of 8). Pemakaiannya hampir serupa, dimana gaya
gesek diberikan pada descender atau brakebar.
3. Sling Rappel


Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak
dilakukan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman. Jenis
simpul yang digunakan adalah jenis Italian hitch.
4. Arm Rappel / Hesti
Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati bagian belakang badan.
Dipergunakan untuk tebing yang tidak terlalu curam.
Dalam rapelling, usahakan posisi badan selalu tegak lurus pada tebing, dan jangan
terlalu cepat turun. Usahakan mengurangi sesedikit mungkin benturan badan pada
tebing dan gesekan antara tubuh dengan tali. Sebelum memulai turun, hendaknya :
1.
Periksa dahulu anchornya.
2.
Pastikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan.
3.
Sebelum sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan pastikan
bahwa tali sampai ke bawah (ke tanah).
4.
Usahakan melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawah, sehingga
apabila ada batu atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selain itu juga
dapat melihat lintasan yang ada.
5.
Pastikan bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan
lainnya.
Peralatan Pemanjatan
1. Tali Pendakian
Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkan
jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan
yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pendakian
dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat
berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang
ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.
Ada dua macam tali pendakian yaitu :

Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat
maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali
static digunakan untuk rappelling.

Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat
maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok
(merah, jingga, ungu).
2. Carabiner
Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang
berfungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner :

Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman).

Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman)
3. Sling
Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi
sling antara lain :
- sebagai penghubung
- membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.
- Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point
- Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang.
4. Descender
Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan,
sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau
rappelling.
5. Ascender
Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila
dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.
6. Harnes / Tali Tubuh
Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis harnes :

Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.

Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.
Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung

dirakit oleh pabrik.
7. Sepatu
Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :

Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat.
Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.

Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot.
Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya
tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.
8. Anchor (Jangkar)
Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada
achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam
anchor, yaitu :

Natural Anchor, bias merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing,
tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya.

Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada
tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain.
Mengetahui perbedaan antara; nuts dan cams, friends dan carabiner, dan lainnya
Belay Device (Peralatan untuk Belay)
Belay Device adalah peralatan untuk menahan tali saat pemanjatan
agar pemanjat tidak terjatuh. Banyak jenis yang biasa dipakai,
yang paling sering dipakai adalah ATC, Figure 8, dan Grigri.
Cam atau Friends
Spring Loaded Camming Device (SLCD) atau biasa disebut cam atau
friends adalah peralatan proteksi pemanjatan yang fenomenal,
diciptakan oleh Ray Jardine seorang aerospace engineer yang
senang manjat pada tahun 1973. Jika ditarik, ujungnya akan mengecil
sehingga mudah dimasukkan ke celah tebing. Jika dilepas ujungnya
akan mengembang memenuhi celah tebing. Cam tersedia dalam beberapa
ukuran disesuaikan dengan lebar celah tebing.
Carabiner
Ada banyak jenis carabiner, setiap jenis memiliki fungsi tersendiri
dalam pemanjatan.
Carabiner HMS memiliki kunci (screw) sebagai pengaman, dipakai
sebagai anchor pada top roping dan juga dipakai oleh belayer.
Carabiner D atau Oval dan Snap (Snapring) digunakan untuk keperluan
lain seperti untuk dipakai bersama dengan cam dan draw.
Quickdraw atau Runner
Adalah pasangan webbing atau sling dengan dua buah carabiner jenis
snapring, dipakai sebagai alat proteksi di tebing.
Hexes
Adalah pasangan sling dengan tabung alumunium (titanium) segi enam.
Berfungsi sama dengan cam, berharga lebih murah, tetapi lebih sulit
dalam penempatannya di celah tebing. Seperti cam. hexes tersedia dalam
beberapa ukuran.
Nuts
Nuts adalah peralatan proteksi yang paling banyak dipakai oleh
pemanjat tebing, fungsinya sama dengan cam dan hexes dengan harga


lebih murah.
Tricams
Adalah peralatan proteksi pemanjatan, walaupun berbeda bentuk tetapi
fungsinya sama dengan nuts. Pemakaiannya relatif sulit, tidak
dianjurkan dipakai untuk pemula.
Prosedur Pemanjatan
Tahapan-tahapan dalam suatu pemanjatan hendaknya dimulai dari langkah-langkah
sebagai berikut
1.
Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai.
2.
Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
3.
a. Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah
untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah membuka
lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya.
b. Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan
dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan mengamankan
leader bila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun
memperhatikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur.
4.
Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba
pendakian.
5.
Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus
memasang achor.
6.
Leader yang sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagai
belayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya.
PENGETAHUAN DASAR NAVIGASI DARAT
Navigasi darat adalah ilmu praktis. Kemampuan bernavigasi dapat terasah jika
sering berlatih. Pemahaman teori dan konsep hanyalah faktor yang membantu, dan
tidak menjamin jika mengetahui teorinya secara lengkap, maka kemampuan navigasinya
menjadi tinggi. Bahkan seorang jago navigasi yang tidak pernah berlatih dalam
jangka waktu lama, dapat mengurangi kepekaannya dalam menerjemahkan tanda-tanda di
peta ke medan sebenarnya, atau menerjemahkan tanda-tanda medan ke dalam peta.
Untuk itu, latihan sesering mungkin akan membantu kita untuk dapat mengasah
kepekaan, dan pada akhirnya navigasi darat yang telah kita pelajari menjadi
bermanfaat untuk kita.
Pada prinsipnya navigasi adalah cara menentukan arah dan posisi, yaitu arah yang
akan dituju dan posisi keberadaan navigator berada dimedan sebenarnya yang di
proyeksikan pada peta.
Beberapa media dasar navigasi darat adalah :
Peta
Peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau
keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari atas, kemudian diperbesar atau
diperkecil dengan perbandingan tertentu. Dalam navigasi darat digunakan peta
topografi. Peta ini memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian
sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis kontur.
Beberapa unsur yang bisa dilihat dalam peta :

Judul peta; biasanya terdapat di atas, menunjukkan letak peta

Nomor peta; selain sebagai nomor registrasi dari badan pembuat, kita bisa
menggunakannya sebagai petunjuk jika kelak kita akan mencari sebuah peta

Koordinat peta; penjelasannya dapat dilihat dalam sub berikutnya

Kontur; adalah merupakan garis khayal yang menghubungkan titik titik yang

berketinggian sama diatas permukaan laut.

Skala peta; adalah perbandingan antara jarak peta dan jarak horizontal
dilapangan. Ada dua macam skala yakni skala angka (ditunjukkan dalam angka,
misalkan 1:25.000, satu senti dipeta sama dengan 25.000 cm atau 250 meter di
keadaan yang sebenarnya), dan skala garis (biasanya di peta skala garis berada
dibawah skala angka).

Legenda peta ; adalah simbol-simbol yang dipakai dalam peta tersebut, dibuat
untuk memudahkan pembaca menganalisa peta.
Di Indonesia, peta yang lazim digunakan adalah peta keluaran Direktorat Geologi
Bandung, lalu peta dari Jawatan Topologi, yang sering disebut sebagai peta AMS
(American Map Service) dibuat oleh Amerika dan rata-rata dikeluarkan pada tahun
1960.
Peta AMS biasanya berskala 1:50.000 dengan interval kontur (jarak antar kontur) 25
m. Selain itu ada peta keluaran Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional) yang lebih baru, dengan skala 1:50.000 atau 1:25.000 (dengan interval
kontur 12,5 m). Peta keluaran Bakosurtanal biasanya berwarna.
Koordinat
Peta Topografi selalu dibagi dalam kotak-kotak untuk membantu menentukan posisi
dipeta dalam hitungan koordinat. Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta.
Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat.
Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan antara
garis-garis yang tegak lurus satu sama lain. Sistem koordinat yang resmi dipakai
ada dua macam yaitu :
1.
Koordinat Geografis (Geographical Coordinate) ; Sumbu yang digunakan adalah
garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus dengan garis
khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar
dengan garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat,
menit dan detik. Pada peta Bakosurtanal, biasanya menggunakan koordinat geografis
sebagai koordinat utama. Pada peta ini, satu kotak (atau sering disebut satu
karvak) lebarnya adalah 3.7 cm. Pada skala 1:25.000, satu karvak sama dengan 30
detik (30"), dan pada peta skala 1:50.000, satu karvak sama dengan 1 menit (60").
2.
Koordinat Grid (Grid Coordinate atau UTM) ; Dalam koordinat grid, kedudukan
suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak setiap titik acuan. Untuk wilayah
Indonesia, titik acuan berada disebelah barat Jakarta (60 LU, 980 BT). Garis
vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan horizontal dari barat
ke timur. Sistem koordinat mengenal penomoran 4 angka, 6 angka dan 8 angka. Pada
peta AMS, biasanya menggunakan koordinat grid. Satu karvak sebanding dengan 2 cm.
Karena itu untuk penentuan koordinat koordinat grid 4 angka, dapat langsung
ditentukan. Penentuan koordinat grid 6 angka, satu karvak dibagi terlebih dahulu
menjadi 10 bagian (per 2 mm). Sedangkan penentuan koordinat grid 8 angka dibagi
menjadi sepuluh bagian (per 1 mm).
Analisa Peta
Salah satu faktor yang sangat penting dalam navigasi darat adalah analisa peta.
Dengan satu peta, kita diharapkan dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya
tentang keadaan medan sebenarnya, meskipun kita belum pernah mendatangi daerah di
peta tersebut.
1.
Unsur dasar peta ; Untuk dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya,
pertama kali kita harus cek informasi dasar di peta tersebut, seperti judul peta,
tahun peta itu dibuat, legenda peta dan sebagainya. Disamping itu juga bisa
dianalisa ketinggian suatu titik (berdasarkan pemahaman tentang kontur), sehingga
bisa diperkirakan cuaca, dan vegetasinya.
2.
Mengenal tanda medan ; Disamping tanda pengenal yang terdapat dalam legenda
peta, kita dapat menganalisa peta topografi berdasarkan bentuk kontur. Beberapa


ciri kontur yang perlu dipahami sebelum menganalisa tanda medan :
o
Antara garis kontur satu dengan yang lainnya tidak pernah saling berpotongan
o
Garis yang berketinggian lebih rendah selalu mengelilingi garis yang
berketinggian lebih tinggi, kecuali diberi keterangan secara khusus, misalnya
kawah
o
Beda ketinggian antar kontur adalah tetap meskipun kerapatan berubah-ubah
o
Daerah datar mempunyai kontur jarang-jarang sedangkan daerah terjal
mempunyai kontur rapat.
o
Beberapa tanda medan yang dapat dikenal dalam peta topografi:
1.
Puncak bukit atau gunung biasanya berbentuk lingkaran kecil, tertelak
ditengah-tengah lingkaran kontur lainnya.
2.
Punggungan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk U yang ujungnya
melengkung menjauhi puncak
3.
Lembahan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk V yang ujungnya tajam
menjorok kepuncak. Kontur lembahan biasanya rapat.
4.
Saddle, daerah rendah dan sempit diantara dua ketinggian
5.
Pass, merupakan celah memanjang yang membelah suatu ketinggian
6.
Sungai, terlihat dipeta sebagai garis yang memotong rangkaian kontur,
biasanya ada di lembahan, dan namanya tertera mengikuti alur sungai. Dalam membaca
alur sungai ini harap diperhatikan lembahan curam, kelokan-kelokan dan arah
aliran.
7.
Bila peta daerah pantai, muara sungai merupakan tanda medan yang sangat
jelas, begitu pula pulau-pulau kecil, tanjung dan teluk
8.
Pengertian akan tanda medan ini mutlak diperlukan, sebagai asumsi awal dalam
menyusun perencanaan perjalanan
Kompas
Kompas adalah alat penunjuk arah, dan karena sifat magnetnya, jarumnya akan selalu
menunjuk arah utara-selatan (meskipun utara yang dimaksud disini bukan utara yang
sebenarnya, tapi utara magnetis). Secara fisik, kompas terdiri dari :

Badan, tempat komponen lainnya berada

Jarum, selalu menunjuk arah utara selatan, dengan catatan tidak dekat dengan
megnet lain/tidak dipengaruhi medan magnet, dan pergerakan jarum tidak
terganggu/peta dalam posisi horizontal.

Skala penunjuk, merupakan pembagian derajat sistem mata angin.
Jenis kompas yang biasa digunakan dalam navigasi darat ada dua macam yakni kompas
bidik (misal kompas prisma) dan kompas orienteering (misal kompas silva, suunto
dll). Untuk membidik suatu titik, kompas bidik jika digunakan secara benar lebih
akurat dari kompas silva. Namun untuk pergerakan dan kemudahan ploting peta,
kompas orienteering lebih handal dan efisien.
Dalam memilih kompas, harus berdasarkan penggunaannya. Namun secara umum, kompas
yang baik adalah kompas yang jarumnya dapat menunjukkan arah utara secara
konsisten dan tidak bergoyang-goyang dalam waktu lama. Bahan dari badan kompas pun
perlu diperhatikan harus dari bahan yang kuat/tahan banting mengingat kompas
merupakan salah satu unsur vital dalam navigasi darat
Cttn: saat ini sudah banyak digunakan GPS [global positioning system] dengan
tehnologi satelite untuk mengantikan beberapa fungsi kompas.
Orientasi Peta
Orientasi peta adalah menyamakan kedudukan peta dengan medan sebenarnya (atau
dengan kata lain menyamakan utara peta dengan utara sebenarnya). Sebelum anda
mulai orientasi peta, usahakan untuk mengenal dulu tanda-tanda medan sekitar yang
menyolok dan posisinya di peta. Hal ini dapat dilakukan dengan pencocokan nama

puncakan, nama sungai, desa dll. Jadi minimal anda tahu secara kasar posisi anda
dimana. Orientasi peta ini hanya berfungsi untuk meyakinkan anda bahwa perkiraan
posisi anda dipeta adalah benar. Langkah-langkah orientasi peta:
1.
Usahakan untuk mencari tempat yang berpemandangan terbuka agar dapat melihat
tanda-tanda medan yang menyolok.
2.
Siapkan kompas dan peta anda, letakkan pada bidang datar
3.
Utarakan peta, dengan berpatokan pada kompas, sehingga arah peta sesuai
dengan arah medan sebenarnya
4.
Cari tanda-tanda medan yang paling menonjol disekitar anda, dan temukan tanda-tanda medan tersebut di peta. Lakukan hal ini untuk beberapa tanda medan 5.
Ingat tanda-tanda itu, bentuknya dan tempatnya di medan yang sebenarnya.
Ingat hal-hal khas dari tanda medan.
Jika anda sudah lakukan itu semua, maka anda sudah mempunyai perkiraan secara kasar, dimana posisi anda di peta. Untuk memastikan posisi anda secara akurat, dipakailah metode resection.
Resection
Prinsip resection adalah menentukan posisi kita dipeta dengan menggunakan dua atau
lebih tanda medan yang dikenali. Teknik ini paling tidak membutuhkan dua tanda
medan yang terlihat jelas dalam peta dan dapat dibidik pada medan sebenarnya
(untuk latihan resection biasanya dilakukan dimedan terbuka seperti kebun teh
misalnya, agar tanda medan yang ekstrim terlihat dengan jelas).
Tidak setiap tanda medan harus dibidik, minimal dua, tapi posisinya sudah pasti.
Langkah-langkah melakukan resection:
1.
Lakukan orientasi peta
2.
Cari tanda medan yang mudah dikenali di lapangan dan di peta, minimal 2 buah
3.
Dengan busur dan penggaris, buat salib sumbu pada tanda-tanda medan tersebut
(untuk alat tulis paling ideal menggunakan pensil mekanik-B2).
4.
Bidik tanda-tanda medan tersebut dari posisi kita dengan menggunakan kompas
bidik. Kompas orienteering dapat digunakan, namun kurang akurat.
5.
Pindahkan sudut back azimuth bidikan yang didapat ke peta dan hitung sudut
pelurusnya. Lakukan ini pada setiap tanda medan yang dijadikan sebagai titik
acuan.
6.
Perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus tersebut adalah
posisi kita dipeta.
Intersection
Prinsip intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan
menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali di lapangan. Intersection
digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang terlihat
dilapangan tetapi sukar untuk dicapai atau tidak diketahui posisinya di peta.
Syaratnya, sebelum intersection kita sudah harus yakin terlebih dahulu posisi kita
dipeta. Biasanya sebelum intersection, kita sudah melakukan resection terlebih
dahulu.
Langkah-langkah melakukan intersection adalah:
1.
Lakukan orientasi peta
2.
Lakukan resection untuk memastikan posisi kita di peta.
3.
Bidik obyek yang kita amati
4.
Pindahkan sudut yang didapat ke dalam peta
5.
Bergerak ke posisi lain dan pastikan posisi tersebut di peta. Lakukan
langkah 1-3
6.
Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi
obyek yang dimaksud.


Azimuth - Back Azimuth
Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari seorang pengamat.
Azimuth disebut juga sudut kompas. Jika anda membidik sebuah tanda medan, dan
memperolah sudutnya, maka sudut itu juga bisa dinamakan sebagai azimuth.
Kebalikannya adalah back azimuth. Dalam resection back azimuth diperoleh dengan
cara:

Jika azimuth yang kita peroleh lebih dari 180º maka back azimuth adalah
azimuth dikurangi 180º. Misal anda membidik tanda medan, diperoleh azimuth 200º.
Back azimuthnya adalah 200º - 180º = 20º

Jika azimuth yang kita peroleh kurang dari 180º, maka back azimuthnya adalah
180º ditambah azimuth. Misalkan, dari bidikan terhadap sebuah puncak, diperoleh
azimuth 160º, maka back azimuthnya adalah 180º+160º = 340º
Dengan mengetahui azimuth dan back azimuth ini, memudahkan kita untuk dapat
melakukan ploting peta (penarikan garis lurus di peta berdasarkan sudut bidikan).
Selain itu sudut kompas dan back azimuth ini dipakai dalam metode pergerakan sudut
kompas (lurus/ man to man-biasa digunakan untuk “Kompas Bintang”). Prinsipnya
membuat lintasan berada pada satu garis lurus dengan cara membidikaan kompas ke
depan dan ke belakang pada jarak tertentu.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1.
Titik awal dan titik akhir perjalanan di plot di peta, tarik garis lurus dan
hitung sudut yang menjadi arah perjalanan (sudut kompas). Hitung pula sudut dari
titik akhir ke titik awal. Sudut ini dinamakan back azimuth.
2.
Perhatikan tanda medan yang menyolok pada titik awal perjalanan. Perhatikan
tanda medan lain pada lintasan yang dilalui.
3.
Bidikkan kompas seusai dengan arah perjalanan kita, dan tentukan tanda medan
lain di ujung lintasan/titik bidik. Sudut bidikan ini dinamakan azimuth.
4.
Pergi ke tanda medan di ujung lintasan, dan bidik kembali ke titik pertama
tadi, untuk mengecek apakah arah perjalanan sudah sesuai dengan sudut kompas (back
azimuth).
5.
Sering terjadi tidak ada benda/tanda medan tertentu yang dapat dijadikan
sebagai sasaran. Untuk itu dapat dibantu oleh seorang rekan sebagai tanda. Sistem
pergerakan semacam ini sering disebut sebagai sistem man to man.
Merencanakan Jalur Lintasan
Dalam navigasi darat tingkat lanjut, kita diharapkan dapat menyusun perencanaan
jalur lintasan dalam sebuah medan perjalanan. Sebagai contoh anda misalnya ingin
pergi ke suatu gunung, tapi dengan menggunakan jalur sendiri.
Penyusunan jalur ini dibutuhkan kepekaan yang tinggi, dalam menafsirkan sebuah
peta topografi, mengumpulkan data dan informasi dan mengolahnya sehingga anda
dapat menyusun sebuah perencanaan perjalanan yang matang. Dalam proses perjalanan
secara keseluruhan, mulai dari transportasi sampai pembiayaan, disini kita akan
membahas khusus tentang perencanaan pembuatan medan lintasan. Ada beberapa hal
yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum anda memplot jalur lintasan.
Pertama, anda harus membekali dulu kemampuan untuk membaca peta, kemampuan untuk menafsirkan tanda-tanda medan yang tertera di peta, dan kemampuan dasar navigasi darat lain seperti resection, intersection, azimuth back azimuth, pengetahuan tentang peta kompas, dan sebagainya, minimal sebagaimana yang tercantum dalam bagian sebelum ini.
Kedua, selain informasi yang tertera dipeta, akan lebih membantu dalam perencanaan
jika anda punya informasi tambahan lain tentang medan lintasan yang akan anda
plot. Misalnya keterangan rekan yang pernah melewati medan tersebut, kondisi
medan, vegetasi dan airnya. Semakin banyak informasi awal yang anda dapat, semakin
matang rencana anda.

Tentang jalurnya sendiri, ada beberapa macam jalur lintasan yang akan kita buat.
Pertama adalah tipe garis lurus, yakni jalur lintasan berupa garis yang ditarik
lurus antara titik awal dan titik akhir. Kedua, tipe garis lurus dengan titik
belok, yakni jalur lintasan masih berupa garis lurus, tapi lebih fleksibel karena
pada titik-titik tertentu kita berbelok dengan menyesuaian kondisi medan. Yang
ketiga dengan guide/patokan tanda medan tertentu, misalnya guide punggungan/guide
lembahan/guide sungai. Jalur ini lebih fleksibel karena tidak lurus benar, tapi
menyesuaikan kondisi medan, dengan tetap berpatokan tanda medan tertentu sebagai
petokan pergerakannya.
Untuk membuat jalur lintasan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
1.
Usahakan titik awal dan titik akhir adalah tanda medan yang ekstrim, dan
memungkinkan untuk resection dari titik-titik tersebut.
2.
Titik awal harus mudah dicapai/gampang aksesnya
3.
Disepanjang jalur lintasan harus ada tanda medan yang memadai untuk
dijadikan sebagai patokan, sehingga dalam perjalanan nanti anda dapat menentukan
posisi anda di peta sesering mungkin.
4.
Dalam menentukan jalur lintasan, perhatikan kebutuhan air, kecepatan
pergerakan vegetasi yang berada dijalur lintasan, serta kondisi medan lintasan.
Anda harus bisa memperkirakan hari ke berapa akan menemukan air, hari ke berapa
medannya berupa tanjakan terjal dan sebagainya.
5.
Mengingat banyaknya faktor yang perlu diperhatikan, usahakan untuk selalu
berdiskusi dengan regu atau dengan orang yang sudah pernah melewati jalur tersebut
sehingga resiko bisa diminimalkan.
Penampang Lintasan
Penampang lintasan adalah penggambaran secara proporsional bentuk jalur lintasan
jika dilihat dari samping, dengan menggunakan garis kontur sebagai acuan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa peta topografi yang dua dimensi, dan sudut
pendangnya dari atas, agak sulit bagi kita untuk membayangkan bagaimana bentuk
medan lintasan yang sebenarnya, terutama menyangkut ketinggian. Dalam kontur yang
kerapatannya sedemikian rupa, bagaimana kira-kira bentuk di medan sebenarnya.
Untuk memudahkan kita menggambarkan bentuk medan dari peta topografi yang ada,
maka dibuatlah penampang lintasan.
Beberapa manfaat penampang lintasan :
1.
Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan perjalanan
2.
Memudahkan kita untuk menggambarkan kondisi keterjalan dan kecuraman medan
3.
Dapat mengetahui titik-titik ketinggian dan jarak dari tanda medan tertentu
4.
Untuk menyusun penampang lintasan biasanya menggunakan kertas milimeter
block, guna menambah akurasi penerjemahan dari peta topografi ke penampang.
Langkah-langkah membuat penampang lintasan:
1.
Siapkan peta yang sudah diplot, kertas milimeter blok, pensil mekanik/pensil
biasa yang runcing, penggaris dan penghapus
2.
Buatlah sumbu x, dan y. sumbu x mewakili jarak, dengan satuan rata-rata
jarak dari lintasan yang anda buat. Misal meter atau kilometer. Sumbu y mewakili
ketinggian, dengan satuan mdpl (meter diatas permukaan laut). Angkanya bisa
dimulai dari titik terendah atau dibawahnya dan diakhiri titik tertinggi atau
diatasnya.
3.
Tempatkan titik awal di sumbu x=0 dan sumbu y sesuai dengan ketinggian titik
tersebut. Lalu peda perubahan kontur berikutnya, buatlah satu titik lagi, dengan
jarak dan ketinggian sesuai dengan perubahan kontur pada jalur yang sudah anda
buat. Demikian seterusnya hingga titik akhir.
4.
Perubahan satu kontur diwakili oleh satu titik. Titik-titik tersebut
dihubungkan sat sama lainnya hingga membentuk penampang berupa garis menanjak,
turun dan mendatar.
5.
Tembahkan keterangan pada tanda-tanda medan tertentu, misalkan nama-nama
sungai, puncakan dan titik-titik aktivitas anda (biasanya berupa titik bivak dan


titik istirahat), ataupun tanda medan lainnya. Tambahan informasi tentang vegetasi
pada setiap lintasan, dan skala penampang akan lebih membantu pembaca dalam
menggunakan penampang yang telah dibuat.
(Susur Gua) CAVING
1. Sejarah Penelusuran Gua

Masa Primitif, gua dihuni oleh manusia Cro Magnon dan berlindung, kuburan
dan untuk pemujaan roh leluhur

1674, John Beaumont seorang ahli bedah dan ahli geologi amatir dari Samerset
Inggris melakukan pencatatan laporan ilmiah penelusuran gua sumuran (potholing)
yang pertama kali dan diakui oleh British Royal Society

1670 - 1680, Baron Johann Valsavor dari slovenia adalah orang pertama yang
melakukan deskripsi terhadap 70 gua dalam bentuk laporan ilmiah lengkap dengan
komentar, sketsa dan peta sebanyak 4 jilid dengan total mencapai 2.800 halaman.
Atas jasanya British Royal Society memberikan penghargaan ilmiah kepadanya

1818, Kaisar Habsburg Francis I adalah orang yang pertama kali melakukan
kegiatan wisata di dalam gua yaitu saat mengunjungi Gua Adelsberg (Sekarang Gua
Postonja di eks Yugoslavia). Kemudian Josip Jersinovic yaitu seorang pejabat di
daerah tersebut tercatat sebagai pengelola gua profesional yang pertama

1838, Pengacara Franklin Gorin adalah tuan tanah yang memiliki areal dimana
gua terbesar dan terpanjang di dunia yaitu Mammoth Cave di Kentucky AS. Olehnya
gua tersebut dikomersialkan dan dipekerjakannya seorang mulatto bernama Stephen
Bishop berumur 17 tahun sebagai budak penjaga gua tersebut. karena tugasnya
tersebut Stephen Bishop dianggap sebagai Pemandu Wisata Gua Profesional (Cave
Guide) pertama. Mammoth Cave sendiri terdiri dari ratusan lorong (Stephen Bishop
menemukan sekitar 222 lorong) dengan panjang 300 mil hingga kini belum selesai
ditelusuri dan diteliti. Tahun 1983 oleh usaha International Union of Speleology,
Mammoth Cave diakui oleh PBB sebagai salah satu warisan dunia (World Herritage)

1866-1888, pada masa ini diakui sebagai saat lahirnya Ilmu Speleologi yang
dipelopori oleh Edouard Alfred Martel (1859-1938)berkat usaha kerasnya selama 5
yang diakui sebagai Bapak Speleologi Dunia. Semua ini tahun dalam suatu Kampanye
Penelusuran Gua yang berisi metoda yang menggabungkan bidang Ilmu Riset Dasar
dalam eksplorasi gua sehingga dapat dilakukan suatu penelitian yang Multi
disipliner dan Interdisipliner. Metoda tersebut diakui oleh para ahli sebagi cara
yang paling tepat, konstruktif dan efisien dalam meneliti lingkungan gua. Bahkan
tata cara tersebut dianggap sebagai pokok penerapan disiplin, tata tertib, etika

dan moral kegiatan Speleologi Modern pada masa sekarang.
2. Speleologi Modern dan Perkembangannya di Indonesia
Speleologi berasal dari kata Spelaion (Gua) dan Logos (Ilmu) dalam bahasa Yunani.
Arti umumnya adalah Ilmu Mengenal Gua namun secara khusus diartikan sebagai Ilmu
Riset Dasar yang mempelajari lingkungan gua dan aspek ilmiah yang ada di dalamnya.
Bidang ini menyangkut banyak cabang ilmiah dari bidang sains yang lain seperti
Biologi (mikrobiologi), Geologi, Kimia, Meteorologi, Anthropologi, Arkeologi,
Minerologi, Sedimentologi juga bidang ilmu yang bersifat sosial seperti Ilmu
Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Sejarah, Turisme bahkan Mistik dan Legenda.
Di Indonesia baru ada pada pertengahan dekade 70-an. Diperkenalkan oleh dr. Robby
Ko King Tjoen DV. melalui media massa. Tahun 1979 bersama Norman Edwin (Alm.)
mendirikan SPECAVINA club Caving pertama di Indonesia. Setelah bubar pada awal
dekade 80-an maka pada Tanggal 23 Mei 1983 dr. Robby mendirikan HIKESPI (Himpunan
Kegiatan Speleologi Indonesia) yang mendapat pengakuan Internasional dengan
terdaftar di UIS (Union Internationale de Speleologie - anggota Kelompok F UNESCO)
dengan nama FINSPAC (Federation of Indonesian Speleological Activities). Dan dari
Pemerintah RI (terdaftar di LIPI sebagai organisasi afiliasi profesi ilmiah)
sebagai satu-satunya organisasi yang mewadahi semua kegiatan speleologi di
Indonesia secara resmi.
Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal,
meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi
merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di alam bebas yang mulai
berkembang, yaitu Telusur Gua.
Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak
demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam
tanah.Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap
aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan
seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang
penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman
tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan cemas karena
gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ? adakah kehidupan di
sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan
yang kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan
aspeknya, termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”.
Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja,
tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata
lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.
Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka
para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya.
Lubang sekecil apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri
sampai tempat yang paling dalam sekalipun.
Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong yang
ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua
dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan oleh siapapun
sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”,
barangkali catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi
seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang
mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.
3. Macam dan Fungsi Gua
Pengertian gua adalah "suatu lorong bentukan alamiah di bawah tanah yang bisa
dilalui oleh manusia, yang hanya bisa dilalui hewan saja disebut gua mikro". Dalam
hal ini yang dimaksud adalah gua alam, namun ada juga gua buatan manusia seperti
tempat perlindungan perang dan lain-lain. Gua alam dibagi dalam beberapa jenis
berdasarkan letak dan batuan pembentuknya, yaitu :

Gua lava : terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akibat gejala
keaktifan vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari batuan muda
(endapan lahar) dan tidak memiliki ornamen batuan yang khas

Gua litoral : sesuai namanya terdapat di daerah pantai, palung laut ataupun


di tebing muara sungai, terbentuk akibat terpaan air laut (abrasi)

Gua batu gamping (karst) : adalah fenomena bentukan gua terbesar (70% dari
seluruh gua di dunia). Terbentuk akibat terjadinya peristiwa karst (pelarutan
batuan kapur akibat aktifitas air) sehingga tercipta lorong-lorong dan bentukan
batuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan gamping.
Diperkirakan wilayah sebaran karst Indonesia adalah yang terbesar di dunia

Gua pasir, gua batu halit, gua es dsb. : adalah bentukan gua yang sangat
jarang dijumpai di dunia, hanya meliputi 5% dari seluruh jumlah gua di dunia.
Fungsi gua :

Tempat berlindung (primitif) manusia dan hewan

Tempat penambangan mineral (kalsit/gamping, guano) - tempat perburuan
(walet, sriti, kelelawar)

Obyek wisata alam bebas dan minat khusus

Obyek sosial budaya (legenda, mistik) - gudang air tanah potensial sepanjang
tahun

Laboratorium ilmiah yang peka, lengkap dan langka

Indikator perubahan lingkungan paling sensitif

Fasilitas penyangga mikro ekosistem yang sangat peka dan vital bagi
kehidupan makro ekosistem di luar gua.
4. Apakah Speleologi Itu ?
Pengertian Kata Speleologi adalah Ilmu mengenai gua atau ilmu yang mempelajari
tentang lingkungan gua dan membahas berbagai aspek fisik dan biologisnya. Sedang
caving adalah kegiatan penelusuran gua. Secara umum menurut ketentuan
internasional, setiap kegiatan penelusuran gua harus mempunyai tujuan ilmiah dan
konservasi (berlaku untuk gua alam bebas). Sedangkan bila untuk tujuan wisata maka
hanya diperkenankan pada gua-gua khusus yang telah dibuka sebagai obyek wisata dan
telah dikelola secara profesional, lintas sektoral dan terpadu.
5. Terjadinya Gua Dan Jenisnya
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan.
Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi
suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa
larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis
dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka
bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah
atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah
gunung berapi.
gambar 1. proses terbentuknya gua
Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis,
tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai
permukaan yang halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan
komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini
sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya,
reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan.
Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di
dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan
membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat yang
tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara
lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan
variasi-variasai ornamen gua lainnya yang menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di
bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat
daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya
sebuah celah tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan
berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga
yang terbentuk mestinya berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang

mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses kimiawi dan
pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses
itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di bawah permukaan tidak
menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu)
maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim
patahan atau aspek geologis lainnya.
gambar 2. proses pembentukan stalaktit
Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis
batu pasir juga kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan
yang membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang terakhir ini,
biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang
mempengaruhinya adalah tenaga mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua
yang terjadi di sini disebut gua laut.
Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk
juga pembentukan apa yang kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem,
beberapa ornamen yang memiliki sifat sama diberi nama; diantaranya;
gambar 3. stalaktit dan straw
1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.
2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong
gua.
3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan
tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang
terbentuk semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya
tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh
panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan
air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung
di langit-langit gua atau di dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi
pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.
gambar 4. curtain, rimestone pool, pearl cave
5. Etika Penelusuran Gua

Moto Speleologi :
o
Jangan MENGAMBIL sesuatu, kecuali mengambil GAMBAR
o
Jangan MENINGGALKAN sesuatu, kecuali meninggalkan JEJAK
o
Jangan MEMBUNUH sesuatu, kecuali membunuh WAKTU

Bertindak WAJAR
o
Tidak sok pamer atau menutup-nutupi kepandaian (merasa minder atau malu)
o
Jika tidak sanggup maka tidak memaksakan kehendaknya

Tunjukkan RESPEK Kepada Sesama Penelusur Gua
o
Tidak menggunakan peralatan atau bahan-bahan yang disediakan oleh rombongan
lain tanpa persetujuan


o
Membahayakan penelusur gua yang lain, misalnya :
o
Mengambil atau memutuskan tali yang terpasang
Memindahkan peralatan ketempat lain
Menimpuk batu jika ada penelusur lain didalam gua
o
Menghasut penduduk disekitar gua agar menghalang-halangi atau melarang
rombongan lain masuk gua karena tidak satu orang/kelompok pun boleh merasa
memiliki kekuasaan/hak terhadap sebuah gua bahkan bila dia itu seorang ahli yang
menemukan gua tersebut pertama kali kecuali pemilik tanah di mana gua itu berada
o
Jangan melakukan penelitian yang sama jika ada rombongan penelusur lain yang
sedang mengerjakannya DAN BELUM DIPUBLIKASIKAN (kecuali mendapatkan ijin)
o
Jangan gegabah sebagai penemu sesuatu sebelum mendapat konfirmasi dari
kelompok2 resmi yang lain
o
Jangan melaporkan hal-hal yang tidak benar demi sensasi atau ambisi pribadi
o
Setiap usaha penelusuran gua adalah USAHA BERSAMA dan hasil publikasi tidak
boleh menonjolkan DIRI SENDIRI tanpa mengingat jasa SESAMA PENELUSUR
o
Jangan menjelek-jelekkan penelusur lain dalam publikasi walau penelusur itu
mungkin melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Setiap publikasi negatif tentang
sesama penelusur maka akan memberikan gambaran negatif terhadap semua penelusur
gua.
6. Kewajiban

Konservasi lingkungan gua harus menjadi TUJUAN UTAMA kegiatan Speleologi dan
dilaksanakan sebaik-baiknya oleh SETIAP PENELUSUR

Membersihkan gua serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama para
penelusur

Apabila sesama penelusur gua membutuhkan pertolongan darurat para penelusur
gua wajib memberikan pertolongan itu

Setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua.
Minta ijin seperlunya, bila mungkin secara tertulis kepada yang berwenang, tidak
membuat onar atau melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketenteraman dan
menyinggung perasaaan panduduk. Jangan merusak pagar, tanaman penduduk atau
menganggu hewan milik penduduk. Sedapat mungkin menghormati dan mematuhi larangan2
yang diberikan pemuka masyarakat setempat berkaitan dengan gua yang akan
ditelusuri demi menjaga martabat kepercayaan setempat

Bila meminta ijin dari instansi resmi yang berwenang, maka harus dirasakan
sebagai kewajiban untuk membuat laporan dan menyerahkan hasilnya pada instansi
tersebut. Apabila meminta nasihat pada penelusur atau seorang lainnya, maka wajib
pula menyerahkan laporan kepada kelompok penelusur atau penasehat perseorangan itu

Bagian-bagian yang berbahaya dalam suatu gua wajib diberitahukan kepada
kelompok penelusur lain, apabila anda mengetahui adanya tempat-tempat yang
berbahaya

Sesuai dengan pandangan NSS dari USA, dilarang memamerkan benda-benda mati
atau hidup didalam gua untuk lingkungan NON penelusur gua dan NON Speleologi. Hal
ini untuk menghindari dorongan kuat yang hampir pasti timbul, untuk ikut mengambil
benda-benda itu guna koleksi pribadi atau untuk melakukan penelusuran gua tanpa
pengetahuan teknis dan ilmiah yang cukup. Bila perlu hanya di pamerkan dalam
bentuk foto2 tanpa menyebutkan lokasi

NSS juga tidak menganjurkan usaha mempublikasikan penemuan2 di dalam gua
atau lokasi dari gua sebelum diyakini betul adanya pelestarian oleh yang
berwenang, yang memadai. Perusakan lingkungan gua oleh orang awam menjadi tanggung
jawab si penulis berita, apabila mereka mengunjungi gua2 itu sebagai akibat
publikasi dalam media massa

Setiap terjadi musibah diwajibkan untuk di laporkan kepada sesama penelusur
melalui media Speologi yang ada, hal ini perlu supaya jenis musibah yang sama
dapat dihindari

Menjadi kewajiban mutlak bagi penelusur gua untuk memberitahukan kepada
rekan-rekan terdekat lokasi mana akan pergi dan kapan ia akan diharapkan pulang.

Di tempat lokasi gua, para penelusur wajib memberitahukan penduduk nama dan alamat
para penelusur dan kapan diharapkan selesai menelusuri gua. Wajib memberitahukan
penduduk siapa yang harus dihubungi, apabila penelusur belum keluar dari gua
sesuai dengan waktu yang direncanakan

Para penelusur wajib memperhatikan keadaan cuaca. Wajib meneliti apakah ada
bahaya banjir didalam gua waktu turun hujan lebat dan meneliti lokasi2 mana di
dalam gua yang dapat dipergunakan untuk tempat menghindar dari banjir

Dalam setiap musibah setiap penelusur wajib bertindak dengan tenang tanpa
panik dan wajib patuh pada instruksi pemimpin penelusuran

Setiap penelusur dianjurkan untuk melengkapi dirinya dengan peralatan dasar,
untuk kegiatan yang lebih sulit digunakan peralatan yang memenuhi syarat dan ia
wajib mempunyai pengetahuan tentang penggunaan peralatan itu

Setiap penelusur wajib melatih diri dalam berbagai keterampilan gerak
penelusuran gua dan keterampilan menggunakan peralatan sekalipun dalam waktu2 non
aktif

Setiap penelusur gua wajib membaca berbagai publikasi mengenai gua dan
lingkungannya agar pengetahuan tentang Speleologi tetap berkembang, bagi yang
mampu melakukan penyelidikan atau opservasi ilmiah diwajibkan melakukan publikasi
agar sesama penelusur dapat menarik manfaat dari makalah2 itu.
TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA
Penelusuran Gua Horisontal

Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam
kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah buku teks disebutkan, apabila badan terasa
kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika penelusuran
gua). Hal ini disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit
kotoran burung dan kelelawar, ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali
dalam kondisi demikian seorang penelusur gua terserang penyakit paru-paru,
beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena
terserang penyakit ini.

Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit
banyak harus harus memiliki kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat
menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh juga mempengaruhi
kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang memiliki
badan relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi penelusur
handal.

Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk,
merangkak, merayap, tengkurap, dan kadang terlentang, menyelam serta berenang.
Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat seorang penelusur atau caver.

Peralatan pribadi untuk gua horisontal
1. Helm
2. Caving sling
3. Cover all
4. Caving pack sack

Peralatan tim untuk gua horisontal
1. Perahu karet
2. Tali
3. Kamera
4. Kompas
5. Topofil
Penelusuran Gua Vertikal

Sampai dengan saat ini, ada beberapa sistem yang digunakan dalam penelusuran
gua vertikal. Yang dianggap terbaik karena efektifitasnya adalah Single Rope
Technique (SRT).

SRT hanya menggunakan satu tali tunggal, dan menggunakan prinsip pemindahan
beban ketika menaiki tali tersebut, sehingga menggunakan dua alat naik.

Peralatan Penelusuran Gua Vertikal
Disini hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT,
dan sedikit alternatifnya.


A. Peralatan Pribadi
Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah ini merupakan perlengkapan yang
harus melekat pada seorang penelusur gua pada saat melakukan penelusuran gua
vertikal. Secara garis besar peralatan yang harus dikenakan pribadi dibagi menjadi
3, yaitu alat untuk naik, alat untuk turun dan peralatan penunjang.
Peralatan Naik (ascender)
Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender, yang
memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin mengunci ke tali.
1. Foot Loop Jammer
Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan, dihubungkan dengan
webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini
ditempatkan foot-loop (sling injak) dan security link (tali pengaman). Alat ini
menggunakan gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin
terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop
Jammer adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan
kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis ascender lain yang memiliki
bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya CMI Jammer.
2. Chest Jammer
Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya lebih
ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan Sit
Harness dan Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga
agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut
Croll yang memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT.
Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang digunakan dalam SRT, ketika badan
kita menggunakan Croll sebagai pengaman, dalam artian beban kita bergantung di
Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk menambah ketinggian.
Peralatan Turun (Descender)
1. Figure Of Eight
Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan,
mengingat Figure Of Eight mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan
arah tali, sementara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih
mudah rusak apabila arah gayanya diubah.
2. Bobin Descender
Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali
pada SRT, yang digunakan adalah Bobin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang
sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT, karena tidak memiliki kunci pengaman,
kontrol kecepatan diatur oleh tangan kita.
3. Rack
Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur friksi
antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan relatif
lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang.
4. Auto Stop Descender
Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam melakukan
SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan dapat
dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness.
Peralatan Penunjang
Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang
digambarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan
prinsip sama
1. Sit Harness
Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus mengeluarkan
Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk keperluan memanjat ataupun
canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya sesuai dengan badan kita, karena dalam
melakukan SRT, ukurannya harus benar-benar tepat agar terasa nyaman.
2. Linking Maillon
Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon
sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya

sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link. Alternatif
lain dapat menggunakan small oval screwgate carabiner.
3. Foot Loop
Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat
dipanjang dan pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier
atau sling.
4. Security Link
Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari
Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau lebih.
Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot loop
jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan
webbing.
5. Chest Harness
Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest harness
berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehingga badan tetap sejajar
dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan perlengkapan standar.
Alternatif lain memakai sling/chest strap.
6. Main Attachment
Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau
aluminium. Main attachment merupakan tempat utama untuk berbagai kaitan/sangkutan.
Selain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga untuk mengkaitkan croll,
security link, cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah
digunakan carabiner.
7. Cow’s tail
Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu
menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope
11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama panjang. Masing-masing ujungnya
dibuat figure of eight knot juga bagian tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop”
pada bagian tengah ini dikaitkan pada delta maillon.
8. Karabiner
Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner
untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw
gate carabiner’.
9. Helmet
Merupakan perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur gua. Gunanya
untuk melindungi kepala dari kemungkinan terbentur atau tertimpa batu. ‘Petzl
helmet’ diperlengkapi dengan lampu karbit.
gambar 8. peralatan pribadi SRT
B. Perlengkapan Tim
1. Tali
Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai karakteristik
sebagai berikut : kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil
dan dapat menyerap kejut. Speleo rope memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope
yang dipakai berdiameter 9,5 mm sampai 11 mm.
Pemeliharaan :
Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali, hindarkan dari
kemungkinan gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali). Cucilah tali
setelah digunakan, tetapi jangan memakai sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali
di tempat teduh da berangin, jangan sekali-kali menjemur di panas matahari.
2. Webbing
Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness,
anchor, dan lain-lain.
3. Perlengkapan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle
bag), juga untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu
batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit cadangan.
Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor.


Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.
Tali Temali (Knots)
Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua. Simpul-simpul
yang biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu:
1. Bowline
Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat apabila
mendapat beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul
ini, ujung tali harus overhand knot.
gambar 9. Bowline dan Figure of 8
2. Figure of eight
Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan
melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk
menyambung tali.
3. Tape knot
Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya.
Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebut.
4. Butterfly knot
Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk
tali dengan beban vertikal.
5. Prusik knot
Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)
gambar 10. Tape Knot dan Prusik Knot
Sistim Anchor
Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin keselamatan
penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada saat kembali naik.
Dalam verical caving dikenal sistim “back up” dengan menggunakan beberapa titik
(point). Selain untuk keamanan juga agar tali tergantung bebas (hang belay) , guna
menghindari gesekan batu.
Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti
hauling, lowering, rescue dll.
Ada dua macam sistim anchor, yaitu :
1. Anchor Alam (Natural Anchor)
Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain.
Caranya dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung
menggunakan tali, dengan simpul bowline.
gambar 11. Natural Anchor dan Artificial Anchor
2. Artificial Anchor
Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya dibuat
anchor buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan piton
dan chock jarang digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan :
2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu
2.2 Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan
hammer ke dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh.
gambar 12. rigging the rope
Abseiling (teknik menuruni tali)
Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan
dengan penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika
melakukan SRT badan kita harus selalu berada dalam kondisi aman, dalam artian ada
paling tidak satu buah pengaman yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal
ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah Cow’s
Tail.
Cara menuruni tali :
Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada descender.
Setelah descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan

kiri pada descender, sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol
laju pada waktu turun.
Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat atau tersendat-
sendat selain berbahaya juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan
gunakan carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini dikaitkan pada main
attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa membuat simpul pada ujung
tali.
gambar 12. memasang dan mengunci autostop
Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)
Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk
dapat melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau teknik
pindah anchor.
Teknik pindah atau melewati anchor :
- Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan
anchor.
- Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang
pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban.
- Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
- Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.
Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)
Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus
disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.
Teknik melewati sambungan :
- Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali
- Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
- Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau
terlalu dekat
- Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
- Buka croll, dengan bantuan foot loop
- Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.
Prussiking (teknik menaiki tali)
Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam
vertikal caving, telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan
dan kelebihannya.
Ada dua system, yaitu :
1. Rope Walking System
Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah,
sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti
seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan seseorang, semakin efisien
sistim ini berjalan. Rope walking system terdiri dari Floating system, Basis
Mitchell system, Pigmy system dan gabungan ketiganya.
gambar 13. sit-stand system
2. Sit-stand system
Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua
ascender, tetapi cukup hanya satu ascender. Kedua kaki bergerak bersama, sehingga
beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak cepat capai dan mudah untuk
istirahat. Sit stand system terdiri dari frog system, inchworm system, texas
system dan a one ascender prusik system. Dari keempat sistim, frog system paling
sering digunakan karena efisien dan aman.
Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan
mendorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi
terlipat. Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawah
jummar. Demikian seterusnya.
Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)


Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda.
Teknik melewati anchor :
- Pasang cow’s tail pada anchor
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)
- Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI
Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari kesalahan si
penelusur sendiri. Dalam keadaan yang sangat gelap sering kali seorang penelusur
melakukan kesalahan dalam menaksir jarak, sehingga sebuah lubang yang cukup dalam,
terlihat dangkal. Tipuan ini menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam
lobang tersebut. Etikanya tidak diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam
gua.
Tertimpa batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena runtuhan alami
akibat rapuhnya dinding gua atau akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang
menyebabkan jatuhnya batuan dan menimpa penelusur lain. Helm menjadi wajib
dikenakan untuk melindungi kepala.
Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi syarat
perlengkapan yang dipakai, misalnya tali putus, ascender tidak berfungsi. Oleh
karena itu perawatan dan pemeliharaan alat-alat setelah digunakan mutlak
dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong tali pada bagian yang terkoyak akibat
gesekan, misalnya.
Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya. Demikian pula
faktor suhu udara yang dingin, perlu diperhatikan terutama pada saat melakukan
eksplorasi di gua yang basah.
Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari, semuanya tergantung
dari persiapan dan pengalaman yang dimiliki oleh penelusur gua.
PEMETAAN
Dalam kegiatan penelusuran gua, pemetaan merupakan suatu hal yang penting, bahkan
pemetaan dapat disebut sebagai aspek ilmiah dari suatu kegiatan yang bersifat
petualangan. Meskipun sebenarnya banyak penelitian ilmiah yang dapat dilakukan di
dalam gua, seperti penelitian Biologi, Geologi, Geomorfologi, Arkeologi,
Hidrologi, Geografi, dan lain sebagainya. Tetapi sebenarnya pemetaan menduduki
posisi yang paling penting. Boleh-boleh saja dalam penelusuran gua tidak melakukan
penelitian Biologi atau Geologi atau yang lainnya, tetapi pemetaan merupakan hal
yang wajib dikerjakan oleh seorang yang berpredikat ‘caver’.
Begitu penting pemetaan, sampai-sampai ada seorang teman dari jurusan Geografi
yang menyatakan bahwa “sebuah peta lebih mempunyai banyak arti daripada seribu
kata-kata”.
Pemetaan merupakan bagian dari kegiatan yang bersifat perekaman atau
pendokumentasian. Dalam hal ini adalah yang berhubungan dengan rekaman bentukan
fisik gua, misalnya bentuk atau denah lorong, panjangnya, tingginya, keletakan
ornamen, apa saja ornamennya, posisi aliran air, lumpur, sump, dan lain
sebagainya.
Pemetaan sebuah gua merupakan salah satu upaya untuk mendokumentasikan gua
tersebut, sehingga peta tersebut akan menjadi informasi untuk penelusur gua
lainnya, ia akan mengetahui denah guanya, ukurannya, ornamen yang menghiasinya,
dan lain sebagainya, jauh dari sebelum ia sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan
juga memberikan informasi ilmiah yang berguna bagi penelitian ilmu pengetahuan.
Peta gua juga berarti sebagai bukti seorang caver telah memasuki atau
mengeksplorasi suatu gua.

Peta Gua
Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan gambaran kepada orang yang
membaca peta tersebut dengan mudah.
Sehingga sebuah peta gua harus Informatif, dan Komunikatif.
Dianggap informatif apabila, data-data yang perlu diketahui dapat ditemukan
disini, dalam hal ini data-data yang dibutuhkan untuk sebuah kepentingan
eksplorasi. Tentu akan berbeda dengan peta yang dibuat untuk kepentingan
penelitian, atau wisata misalnya. Dan peta tersebut akan komunikatif apabila dalam
hasil akhirnya tidak membingungkan orang yang membacanya, memiliki alur dan
susunan yang jelas dan sesuai dengan aturan yang telah disetujui bersama.
Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang;
1. Penampang Atas, atau denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan
lorong.
2. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong,
dan kemiringan gua tersebut.
3. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang
terdapat di dalam gua tersebut.
4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadikan sebagai pos atau stasiun
digambarkan potongannya.
5. Data Gua, keterangan mengenai gua tersebut, namanya, letak geografis dan
administratifnya, surveyornya, dan tanggal dilakukan survey untu pemetaan. Hal ini
termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua dapat terjadi setiap saat.
6. Skala, untuk menunjukkan perbandingan, biasanya digunakan skala batang karena
lebih mudah untuk membayangkan keadaan sebenarnya.
7. Arah Utara Peta
8. Legenda, atau keterangan simbol.
Apabila sudah terdapat hal-hal tersebut, maka peta gua yang dibuat seharusnya
sudah mampu memberikan informasi yang cukup bagi penelusur gua lainnya.
Sebuah peta gua tentunya juga memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda. Di dunia
ada beberapa penilaian terhadap keakuratan tersebut, tergantung pada kesepakatan
federasi masing-masing.
Saat ini, yang lazim digunakan di Indonesia adalah sistem grade yang digunakan di
Eropa, yang memakai skala 1 sampai 6. Mengenai hal ini akan dijelaskan lebih
lanjut di tahap pendalaman.
Untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam peta gua, ada beberapa
prosedur pemetaan yang harus dilakukan. Sekilas prosedur-prosedur ini akan tampak
merepotkan ketika mengeksplorasi sebuah gua, namun sebenarnya kerepotan tersebut
akan terbalas dengan hasil yang nantinya kita dapatkan.
Alat-alat perlengkapan pemetaan
1. Drafting film atau Kodak Trace sejenis kertas kedap air, seperti kertas kalkir
tetapi lebih tebal dan kedap air juga bisa dihapus jika menggunakan alat tulis
pinsil.
2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga
dipakai rollmeter.
3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan)
4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva
atau Suunto yang digunakan.
5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto PM5/360
adalah Clinometer yang terbaik.
gambar 15. contoh simbol peta gua
Prosedur Pemetaan


Prosedur pemetaan yang dimaksud disini adalah teknis pengambilan data untuk
menghasilkan sebuah peta gua, data-data tersebut akan dicatat di sebuah catatan
lapangan untuk kemudian diterjemahkan. Secara garis besar, pengambilan data
dilakukan dengan membuat bentukan kasar gua yang dieksplorasi, dengan cara
mengambil beberapa titik untuk dijadikan sebagai stasiun. Di stasiun-stasiun
tersebutlah data-data direkam, diantaranya arah lorong, ketinggian lorong,
kemiringan antara stasiun, tinggi langit-langit gua, lebar lorong dan keterangan
lainnya.
Pemetaan dapat dilakukan oleh minimal dua orang, dimana satu orang menjadi leader
yang memegang ujung alat ukur dan menentukan posisi stasiun, sementara orang kedua
menjadi pencatat data yang memasukkan data ke dalam field note.
Leader, adalah orang yang berhak menentukan posisi stasiun. Satu titik dapat
dijadikan stasiun karena beberapa sebab yaitu;
- Lorong yang dieksplorasi berubah arah
- Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua
- Terdapat kemiringan yang ekstrim
- Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim
- Terdapat ornamen yang unik
- Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat peta
dengan grade tertentu.
Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus masih terlihat
oleh pencatat data.
Contoh catatan lapangan
Keterangan :
STS; Adalah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau
1-2,2-3, dll.
Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya
Azim.; adalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan
stasiun disepannya
Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun, biasanya + apa bila stasiun
didepannya lebih tinggi, dan - bila stasiun didepannya lebih rendah.
Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri.
Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua.
Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang unik,
keterangan mengenai bentukan lorong, dll
Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan irisan
stasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua.
Cara Kerja
1. Stasiun A biasanya pada mulut atau pintu masuk gua. Di sini berdiri pencatat
data yang membawa kompas, clinometer dan catatan lapangan.
2. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter dipegang
oleh Pencatat data) hingga tempat yang dianggap sebagai stasiun B
3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga mencatat
lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan lapangan.
4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A dan stasiun
B. Pekerjaan ini dapat dibantu dengan adanya benang atau pita meter yang memanjang
antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk juga dibuat denah dan irisannya.
5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal yang
istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau adanya aliran air,
flowstone, dsb.
6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju stasiun C dan
kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan sketsa denah.
7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian
8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau
khusus.
Menyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua
Langkah pertama yang harus dilakukan di tahap ini adalah menyalin kembali data

lapangan sesegera mungkin, karena catatan lapangan kita pasti akan kotor, dan
kemungkinan tidak jelas terbaca.
Kemudian kita membuat peta gua kasar di kertas milimeter block. Data Azimuth,
Kanan, kiri dan jarak akan berguana dalam membuat Penampang atas atau denah,
sementara data kemiringan, atas dan bawah akan berguna untuk membuat irisan atau
penampang samping.
Setelah itu, kita dapat menyalin draft peta yang telah kita buat ke kertas kalkir,
dan kemudian ditambahkan kelengkapan-kelengkapan lainnya.
gambar 16. contoh peta gua
Hambatan
Berbeda dengan pembuatan / survey pemetaan yang biasanya dilakukan di tempat
terbuka, maka pemetaan gua sepenuhnya dilakukan di dalam gua, jauh di bawah muka
bumi. Kondisi gua yang pastinya gelap total, hanya ada penerangan lampu karbit
yang terbatas cahayanya, belum lagi lantai gua yang penuh lumpur, ruangan yang
sempit, dan waktu yang terbatas dimana kita tidak dianjurkan lupa waktu di dalam
gua. Tetapi itu semua bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan pemetaan gua,
lebih-lebih bagi mereka yang mengaku sebagai ‘caver’. Yang ingin digarisbawahi di
sini adalah bahwa apapun kondisinya seorang caver wajib membuat peta gua di dalam
eksplorasinya, khususnya gua-gua yang belum dipetakan.
7. Peralatan
Peralatan itu dapat dibagi menjadi dua katagori :
A. Perlengkapan pribadi :

Lampu, syaratnya harus bisa ditempelkan pada helm

Helm, diusahakan yang tidak mudah pecah. Jika ternyata pecah tidak akan
melukai kepala

Coverall (Werkpak), dengan warna yang menyolok

Sarung tangan, sebaiknya dari kulit yang lemas atau karet

Sepatu, usahakan yang tinggi sehingga dapat melindungi dari gigitan binatang
berbisa atau terkilirnya pergelangan kaki

Sumber cahaya cadangan, bisa berupa lilin senter korek api

Peluit, sebagai alat komunikasi darurat.
Perlengkapan tersebut hanya dapat dipergunakan untuk gua Horisontal (datar), atau
gua yang agak rumit hingga memerlukan keterampilan untuk mendaki dan menuruni
secara bebas tanpa peralatan (Free Climbing). Perlengkapan pribadi ini harus
diperluas apabila hendak melakukan penelusuran dalam jangka waktu yang lama,
banyak terdapat air dan banyak memiliki lorong.

Tempat air minum, dibutuhkan bila penelusuran lebih dari 3 jam, dapat pula
untuk mengisi tabung karbit

Makanan, harap dibawa jika menelusuri gua lebih dari 6 jam

Pakaian, yang kering luar dan dalam

Pelampung, untuk berenang

Masker hidung, ini terutama digunakan untuk gua yang banyak Guano-nya
(penyebab sakit paru-paru)

Alat tulis kedap air, untuk penelusuran yang rumit dan jauh sebagai catatan
perjalanan dan untuk keperluan pemetaan

Peralatan pemetaan, klinometer, rollmeter, kompas prisma, altimeter,
barometer, thermometer dan tripod

Alat penunjuk jalan, alat ini bisa berupa bendera, benang dll. dipergunakan
untuk gua yang banyak lorongnya

Jam tangan kedap air, penunjuk waktu yang akurat sangat penting dalam
penelusuran.

Alat fotografi, untuk keperluan dokumentasi diperlukan kamera SLR, lampu
kilat minimum 2 unit, aneka lensa filter, lensa zoom, shutter release, tripod dan
bila ada kamera tahan air.
Untuk melakukan eksplorasi gua vertikal atau sumuran, tentunya peralatan tersebut
diatas tidak memadai. Untuk keperluan tersebut dikenal suatu cara yang disebut SRT
(Single Rope Technique) atau teknik menaiki dan menuruni tali tunggal, maka kita


harus melengkapi dengan alat lainnya yaitu :

Sit Harnes (dada), tali pengaman dada

Harnes duduk, tali pengaman/tambatan pinggang

Buntut sapi (Cow's Tails) atau tali pengaman darurat

Maillon Rapide (Delta), penyambung harnes dan tempat mengait alat

Croll (Chest Jammer) alat menaiki tali

Hand Jammer, alat menaiki tali

Decender, alat untuk menuruni tali

Tali prusik, 2 pasang

Webbing, tali pita.
B. Perlengkapan kolektif :
Peralatan ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan bersama (beregu) dan harus ada
seseorang yang bertanggung jawab pada peralatan tersebut. Pemeliharaan barang
kolektif ini sebaiknya dilakukan bersama dan dapat juga ditugaskan kepada satu
orang. Sebaiknya yang memelihara alat tersebut diserahkan pada orang yang mengerti
pada peralatan tersebut, jangan diberikan pada pemula karena sensitifnya
peralatan. Namun adakalanya kecenderungan dalam suatu organisasi untuk melimpahkan
tanggung jawab tersebut pada pemula, dalam hal ini sangatlah tidak tepat.

Tali, dalam hal ini mutlah diperlukan dalam kegiatan penelusuran gua
vertikal. Alat ini sangat sensitif dan nyawa penelusur bergantung pada kualitas
dan cara pemeliharaannya. Untuk penelusuran dipergunakan tali statik atau tali
Speleo dan diperlukan yang berdiameter 9 - 11 mili. Untuk panjang tali disesuaikan
dengan kebutuhan

Tangga kawat baja, sangat fleksibel dalam penggunaannya dan mudah dibawa.
Sangat aman untuk melintasi air terjun terurtama jika rombongan sebagian besar
kurang mampu menggunakan peralatan SRT. Tiap penggunaan tangga baja ini harus
menggunakan pengaman (Safty line) tali dinamis

Tas besar (speleo bag), untuk tempat tali atau peralatan yang lainnya

Perahu karet, untuk mengarungi sungai atau danau

Pulley, sering disebut dengan katrol dan bermanfaat untuk Rescue
8. Bahaya-bahaya
Survival dalam caving tidaklah dimungkinkan, oleh karena itu kecelakaan di dalam
gua selalu berakibat fatal. Karena dilakukan dalam keadaan gelap total maka
tingkat kesulitan dan resiko setiap aktifitas adalah 2 kali lipat daripada di luar
gua. Apalagi di Indonesia belum ada (belum mampu) membentuk suatu tim rescue (SAR)
gua baik secara lokal maupun nasional walaupun telah banyak gua dibuka sebagai
obyek wisata. Di luar negeri fasilitas SAR adalah sarana mutlak bagi
penyelenggaraan suatu obyek wisata gua.
NSS USA menyebutkan usia minimum penelusur gua (profesional dan amatir) adalah 20
tahun sebagai batas psikologis (kecuali beberapa gua wisata khusus mengijinkan
siswa SD masuk). Alasan utamanya karena 90% kejadian kecelakaan menimpa mereka
dengan klasifikasi "Young (Teenager) Male Unafiliated Novice" (Remaja/anak laki-
laki belasan tahun yang tidak terlatih dan tidak terdaftar pada kelompok
speleologi resmi). Namun di Indonesia tidak ada ketentuan batasan umur, bahkan di
daerah tertentu seperti di Karang Bolong Jawa Barat remaja belasan tahun telah
memasuki gua untuk menambang kapur atau sarang burung walet dengan peralatan
tradisional. Maka jelas sekali bahwa kestabilan emosional dan
keterlatihan/keterampilan yang memadai adalah syarat utama keselamatan
penelusuran. Bahkan secara internasional syarat keterampilan ini seharusnya
dinyatakan dalam bentuk sertifikasi yang dikeluarkan melalui kursus / pelatihan
resmi oleh Federasi Speleologi setempat (di Indonesia adalah HIKESPI).
Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila kalangan penelusuran gua memiliki
motto keselamatan "SEDIA PAYUNG SEBELUM MENDUNG" sehingga tidak cukup bersiaga
dikala ada gejala bahaya namun justru jauh sebelum itu. Maka estimasi perubahan
situasi harus senantiasa diperhatikan. Tingginya jam terbang, pengetahuan,
keterampilan dan senioritas tidak cukup dijadikan patokan keamanan karena apa yang
bakal dihadapi di dalam gua tidak seorangpun dapat memastikan. Etika pencegahan
kecelakaan adalah :


Tidak memaksakan menelusuri gua bila badan kurang sehat

Keterampilan kurang terutama pada gua vertikal

Peralatan tidak lengkap, kurang terawat dan sudah uzur

Kesiapan mental kurang (sedang patah hati atau stress)

Anggota terlemah adalah patokan standar penelusuran, apabila anggota
terlemah mengalami gangguan maka saat itu juga penelusuran harus dihentikan tanpa
dapat ditawar lagi

Jumlah anggota kelompok tidak kurang dari 4 orang

Jangan masuk gua di musim hujan, seorang penelusur gua pada masa ini
biasanya cuti kegiatan dan hanya diisi dengan latihan ringan atau memperdalam
pengetahuan

Mintalah ijin kepada orang tua dan aparat daerah setempat dan instansi
terkait sekaligus berpamitan dengan sejujurnya tentang tujuan dan lokasi kegiatan,
perhatikan dengan cermat serta patuhi segala wejangan atau nasihat mereka

Tinggalkanlah pesan sebagai berikut :
o
Hari, tanggal
o
Nama pemimpin kelompok, alamat, no. telepon
o
Nama, alamat, telepon anggota lain
o
Tujuan memasuki gua : ILMIAH/OLAH RAGA/WISATA
o
Nama gua, lokasi : (dukuh, desa, kecamatan, kabupaten) - Mulai masuk gua
pukul, rencana keluar pukul APABILA SAMPAI PUKUL..... BELUM KELUAR GUA MAKA
MUNGKIN TELAH TERJADI KECELAKAAN MAKA HARAP SEGERA MELAPOR KEPA- DA LURAH, POLISI
DAN MEMINTA BANTUAN DENGAN MENGHUBUNGI: - NAMA, ALAMAT, NOMER TELEPON - NAMA,
ALAMAT, NOMER TELEPON SEGALA PERONGKOSAN/UANG YANG DIPERLUKAN UNTUK MENERUSKAN
BERITA INI AKAN DIGANTI DUA KALI LIPAT. TERIMA KASIH.
Formulir ini diberikan kepada pejabat dan instansi berwenang setempat dan ditempel
di kaca mobil.
Macam-macam bahaya :

Terjatuh, seringkali akibat kesalahan estimasi terhadap jarak (distorsi)
karena gelap. Melompat adalah hal yang haram dalam kegiatan penelusuran gua

Kekurangan oksigen dan gas beracun, lorong penuh kelelawar atau tumpukan
guano, banyak terdapat akar pohon menjulur, tidak berair, berbau belerang dan
pengap harus dihindari karena penuh dengan kandungan gas beracun seperti CO dan
HS. Tanda-tanda umum kurangnya oksigen atau serangan gas racun biasanya terjadi
pening dan halusinasi

Keruntuhan atap dan meledak, adalah kejadian tak terduga yang tidak dapat
dihindari bisa diakibatkan gempa bumi atau ledakan dalam gua (jangan membuang sisa
karbit dalam gua atau masuk ke lorong penuh guano dengan lampu karbit). Untuk
menghindarinya perhatikan apakah lokasi tersebut merupakan bekas penambangan kapur
atau dekat dengan lokasi peledakan dinamit sebuah proyek

Banjir, bisa dideteksi bila terdengar suara gemuruh dalam lorong, air sungai
yang terasa hangat dan terlihat sampah hanyut dalam aliran air. Perhatikan batas
air di dinding sehingga dapat diperkirakan ketinggian air saat banjir, tentukan
juga sebuah lokasi atau cekungan di atas batas banjir sebagai tempat berlindung
darurat bila terjebak banjir

Hewan berbisa, walaupun menurut pakar biospeleologi mereka ini hidup di
daerah mulut gua sampai 100 m. ke dalam namun bisa saja hewan seperti ular ditemui
jauh di dalam gua karena terhanyut aliran air atau terperosok ke dalam dari atap
atau ventilasi gua. Hindarilah cekungan dan lobang di sekitar mulut gua karena di
tempat itu mereka bersarang. Bahaya lain adalah gigitan atau kelelawar dapat
mengakibatkan rabies, kotorannya (guano) menyebabkan histoplasmosis (penyakit
jalan pernafasan seperti TBC). namun umumnya hewan gua tidak mengganggu

Eksposure, hipotermia dan dehidrasi sangat mungkin terjadi akibat terpaan
angin kencang dari aven (ventilasi gua atau jendela karst), baju yang basah karena
berendam terlalu lama dalam air gua. Dehidrasi dapat dihindari dengan jalan minum
sebelum haus (ingat sedia payung sebelum mendung) karena minum di saat haus datang
berarti sudah sangat terlambat karena lebih dari 25% cairan tubuh telah lenyap,
ingat penguapan cairan dan panas tubuh dalam gua terjadi sangat cepat tanpa terasa


(bahkan dapat dilihat dengan jelas uap air yang keluar dari tubuh bila dilihat
dengan sorot lampu)

Kegagalan peralatan, kelengkapan dan kecanggihan peralatan bukan jaminan
apabila tidak diikuti dengan perawatan dan pengetesan rutin

Bahaya terbesar bagi penelusur gua 99% justru adalah di jalan raya,
kelelahan akibat padatnya jadwal penelusuran mengurangi konsentrasi pada saat
mengemudi. Jalan terbaik sewalah pengemudi profesional yang tidak terlibat dalam
tim sebagai tenaga penunjang mobilitas

0 komentar:

Posting Komentar